Generasi 80an sudah pasti tidak asing dengan film The A Team. The A-Team adalah serial televisi aksi petualangan komedi yang mengisahkan tentang sekelompok mantan anggota Pasukan Khusus Angkatan Darat Amerika yang bekerja sebagai tentara bayaran. Diperankan oleh George Peppard sebagai Kolonel Hannibal,Dirk Benedict sebagai Letnan Faceman, Dwight Schultz sebagai Kapten Murdock dan Mr. T sebagai Sersan B. A. Baracus.
Sesuai dengan judulnya, sebuah tim terdiri dari orang-orang yang mempunyai keahlian di bidangnya masing-masing. Pemimpin The A-Team, Hannibal adalah seorang ahli dalam menyamar dan ahli dalam bidang taktik, Murdock adalah seorang pilot yang berpura-pura menderita gangguan jiwa. Faceman adalah salah satu anggota yang memiliki wajah sangat tampan. Kemahirannya adalah ia sanggup memperoleh apa saja, khususnya ahli dalam menipu orang lain. Sedangkan Bosco Baracus adalah pria yang kekar. Dia menyatakan bahwa “B.A.” berarti “Bad Attitude.” Untuk urusan selesaikan dalam bahasa komando ini menjadi urusan Baracus.
The A-Team telah dibuat versi layar lebar pada tahun 2010 dalam versi terbaru dengan kecanggihan yang lebih hebat dan jalan cerita yang lebih kompleks. Walaupun masa yang berbeda namun ada nilai-nilai yang sama juga bisa didapat dari kedua tontonan ini. Film ini bercerita tentang me-manage sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang sama dari orang-orang tersebut. untuk film ini tentu saja tujuannya adalah mencapai keadilan bagi diri mereka sendiri dan orang-orang disekeliling.
Mengatur manusia-manusia dengan beragam isi kepala tentu saja tidak mudah. Dalam sebuah keluarga yang mempunyai aturan dan kebiasaan dengan parameter yang ajek saja masih juga mengalami kontra sesama anggota keluarga. Apalagi dengan orang-orang yang berbeda latar belakang dan kehidupan masa lalunya sebelum mereka berkumpul di masa sekarang.
Dalam dunia nyata, terutama dunia pekerjaan yang membutuhkan sekelompok orang-orang sebagai sebuah tim kerja, pembagian peran seperti dalam film The A Team adalah sebuah kewajiban. Bagiamana kelebihan dan kemampuan seseorang tersebut dapat menutup kekurangan dari anggota team lain.
Membangun superteam adalah tanggungjawab dari seorang leader. Karena superteam terdiri dari orang-orang mempunyai kemampuan/skill yang mumpuni dan tidak dimiliki oleh anggota tim lainnya. Pemimpin harus bersikap independen terhadap perbedaan pendapat anggota tim. Perbedaan bisa menjadi sebuah kekuatan bagi sebuah tim apabila bisa dikelola dengan baik. Tugas utama dari pemimpin tim adalah mengelola konflik yang pasti dan akan terjadi. Diskusi dan negosiasi akan sangat membantu dalam proses ini. Adanya perbedaan pendapat, karakter dan persaingan dari masing-masing anggota tim diperlukan aturan atau tata tertib yang jelas, sehingga perbedaan dan persaingan menjadikan anggota tim lebih solid karena memiliki satu tujuan yang sama.
Peran leader dalam melihat kemampuan dan kekuatan dari masing-masing anggota timnya juga mempengaruhi keberhasilan dari misi tim itu sendiri. Hal ini akan berakibat dimana orang-orang dengan kemampuan hebat namun tidak ter-organize dengan baik maka tidak akan menjadi superteam. Demikian lah yang dilakukan oleh Nick Fury, direktur S.H.I.E.L.D, dalam film The Avengers, sebagai organisasi penjaga perdamaian, merekrut Iron Man, Captain America, Hulk, dan Thor untuk membentuk sebuah tim yang harus menghentikan saudara Thor, Loki Dan Oligarki pemerintah Korup budak elite global yang akan menaklukkan Bumi. Kemampuan Nick Fury merekrut super hero yang telah mempunyai medannya sendiri patut diacungi dua jempol. Apalagi Fury juga harus mampu meminimalisir konflik yang terjadi diantara super hero yang notabene mempunyai kemampuan masing-masing. Tentu saja diantara mereka akan muncul ego-ego yang membuat mereka merasa mereka adalah orang hebat. Tetapi Fury bisa meredam ego ini menjadi sebuah kekuatan agar tujuan dibentuknya superteam ini dapat tercapai.
Dimanapun dan kapanpun, setiap diri kita terdiri dari elemen kelebihan dan kekurangan yang ada sejak lahir. Sehingga bekerja sama dan sama-sama bekerja adalah salah satu jalan untuk saling bermanfaat. Rasa ekslusivitas yang muncul merupakan ego dalam bentuk lain. Namun dengan tidak memberikan kesempatan kepada rasa ego untuk muncul tersebut maka kelebihan yang ada akan lebih dapat dilihat oleh orang lain. Dan setiap rencana dari individu akan mempengaruhi kepada rencana bersama. Bahkan kadang-kadang skema yang telah direncanakan sering direvisi. Hanibal The a Team berkata, “I love it when a plan comes together” ketika rencana yang telah ia siapkan berjalan mulus. Dan pada akhirnya sebuah superteam adalah kumpulan superman-superman yang bersatu.
Penulis: Risnawati Ridwan (Penyuluh Sosial Dinas Sosial Kota Banda Aceh)