Seni Memahami Atasan di Kantor

“Biasanya atasan role model tidak akan lama ditugaskan di satu tempat, karena cepat dipindahkan ke tempat lain yang lebih baik.”

Pada saat memasuki dunia kerja dan mulai meniti karier, tentu orang memiliki impian. Bekerja dengan gaji tinggi dalam bidang yang disukai, mendapat rekan kerja yang menyenangkan serta tim kerja yang solid, adalah keinginan semua orang. 

Namun keinginan seringkali tidak mudah tercapai. Ingin bekerja sebagai abdi negara seleksi masuknya sulit, sedangkan jika bekerja di perusahaan swasta, orang dituntut untuk kreatif. Selain itu, terkadang tidak ada pilihan dalam bekerja.

Bekerja di kantor pemerintahan tentu berbeda rasanya dengan bekerja di perusahaan dan lembaga nirlaba. Dalam dunia kerja pemerintahan, sistem bawahan dan atasan mempunyai tanggung jawab dan “kebiasaan” tersendiri yang hanya dimiliki oleh kantor pemerintahan. 

Hal ini sering disebut dengan birokrasi. Lantaran mempunyai pengalaman bekerja dalam lembaga nirlaba, dan saat ini masih aktif bekerja di kantor pemerintahan, saya harus menghadapi berbagai jenis orang yang menjadi pimpinan saya di kantor. 

Dalam dunia kerja pemerintahan, pada umumnya pimpinan kantor tidak dapat berada dalam satu posisi yang sama untuk jangka waktu lama. Mutasi adalah hal yang sangat biasa. Selama belasan tahun bekerja menjadi abdi negara di kantor pemerintahan daerah, saya tahu benar seperti apa rasanya berganti-ganti atasan. 

Adaptasi yang dibutuhkan dalam menghadapi atasan, juga merupakan sebuah seni yang tidak bisa disepelekan. Saya telah bekerja dengan sebelas orang atasan dalam kurun waktu enam belas tahun di kantor yang sama. Belum lagi atasan-atasan yang saya hadapi sebelum bekerja di kantor pemerintahan. Semuanya menambah keilmuan tentang cara menghadapi karakter pimpinan di tempat kita bekerja.

Ada beberapa jenis atasan yang dapat dikategorikan menurut versi saya berdasarkan pengalaman, bukan berdasarkan teori-teori yang disebutkan di dalam buku psikologi yang pernah saya baca. Antara lain adalah atasan yang santai, cuek, idaman atau role model, dan diktator. 

Pertama, atasan yang santai cenderung disukai oleh orang-orang malas. Bawahan yang malas bekerja dan tidak suka menerima tanggung jawab beranggapan bahwa jenis atasan ini setipe dengan mereka. Padahal belum tentu atasan yang santai juga suka melepaskan tanggung jawabnya. 

Atasan jenis ini seringkali memastikan pekerjaan harus diselesaikan sebelum deadline. Mereka tidak suka bekerja terburu-buru. Mereka mempunyai timeline dan para bawahannya dihimbau untuk bekerja sesuai dengan timeline yang telah ada. 

Cara menghadapi atasan yang santai sangatlah mudah. Mengikuti alur yang telah disediakan adalah trik berhadapan dengan atasan jenis ini. Biasanya, atasan jenis pertama ini lebih terbuka pada pendapat dan pandangan dari para bawahannya. Mereka memandang bawahan sebagai mitra kerja, bukan sebagai bawahan yang harus diperlakukan secara berbeda. 

Yang kedua adalah jenis atasan yang cuek. Menurut saya, atasan cuek adalah atasan santai versi negatif. Berjalan perlahan tetapi tidak pasti ke arah mana. Bisa menjadi masalah jika atasan jenis cuek ini dikendalikan oleh orang-orang yang berambisi. Jika hal itu sampai terjadi, maka organisasi atau perusahaan bisa mengalami badai atau hancur berkeping-keping. 

Dalam dunia pemerintah, atasan cuek akan mempengaruhi kinerja instansi tersebut. Dalam dunia kerja swasta, atasan cuek akan mempengaruhi keberlangsungan perusahaan, dan berimbas pada pegawai yang bekerja di sana.

Menghadapi atasan cuek, kita harus memberikan pandangan yang tegas akan tanggung jawab dari organisasi atau perusahaan tempat kita bekerja. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika atasan jenis ini akan tetap memberikan kepercayaan mutlak kepada orang yang memang dipercayainya. Sehingga apa pun yang disampaikan oleh orang kepercayaan tersebut menjadi keputusan dari si atasan. 

Yang ketiga adalah jenis atasan diktator. Di mana pun dan kapan pun, bersama siapa pun, ia cenderung memaksa dalam berkomunikasi. Kunci menghadapi jenis atasan diktator sama seperti saat kita menghadapi anak-anak yang mengalami tantrum. 

Kadangkala berbicara dengan lemah lembut pun bisa menimbulkan masalah baru, apalagi berbicara dengan intonasi tinggi. Sehingga satu-satunya jalan yang dapat ditempuh hanyalah menghadapi dengan sikap: “Siap Pak! Siap Bos!”

Berhadapan dengan atasan diktator, tentu kita tidak bisa membantah. Meski demikian, bagi saya pribadi, ungkapan bahwa atasan selalu benar, tidak dapat saya terapkan dalam pekerjaan. 

Akhirnya saya memilih pergi menjauh dan hanya menuangkan kekesalan pada teman-teman saya. Menghadapi atasan diktator memang seni tingkat tinggi yang sayangnya belum saya kuasai, hahaha.

Yang terakhir adalah jenis atasan yang menjadi role model. Namanya juga role model atau panutan, bekerja dengan bos idaman jenis ini adalah impian semua bawahan. 

Biasanya atasan role model tidak akan lama ditugaskan di satu tempat, karena cepat dipindahkan ke tempat lain yang lebih baik. Baik itu karena prestasinya sehingga diberikan penghargaan yang lebih tinggi, atau dipindahkan dengan tujuan untuk memperbaiki organisasi atau perusahaan yang sedang bermasalah.

Berhadapan dengan atasan jenis ini, biasanya bawahan akan lebih kreatif dan memiliki semangat dan etos kerja yang tinggi. Atasan jenis ini mampu memberikan contoh yang baik dalam bekerja, mempunyai komunikasi intrapersonal dan interpersonal yang baik, mengerti tanggung jawab sebagai seorang leader, dan bahkan biasanya disertai bonus sikap dan perilaku yang menyenangkan bagi para mitra kerja dan bawahannya. 

Kesimpulannya, seorang atasan juga hanya manusia biasa. Sudah menjadi takdirnya bahwa ia ditempatkan sebagai bos. Baik itu karena prestasi kinerja, alasan politik atau alasan duniawi lainnya. 

Jika suatu saat mempunyai kesempatan menjadi atasan, kamu akan menjadi atasan jenis apa? Jika ingin menjadi atasan tipe role model, sebaiknya kamu mulai latihan sejak sekarang, sehingga nanti saat menjadi atasan, kamu sudah tidak kagok lagi.

Penulis: Risnawati Ridwan